Dasar : pasal 35, dari UU Perkawinan No 1, thn 1974
Konsekuensi :
1. Jika menggunakan persetujuan bersama
2. Suami/ istri tidak dapat menjual, menggadaikan atau menghibahkan semaunya sendiri
Dasar : Pasal 36
Apabila putus/ cerai : “hukumnya masing-masing” mencakup hukum agama, adat dan lainnya
Dasar : pasal 37
Umumnya : 50% dari total harta.
Pasal 97
97 KHI (Kompilasi Hukum Islam) disebutkan: “Janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”
==================================================
Menurut syariat : tidak menemukan sebutan harta gono-gini dalam berbagai referensi ilmu Islam. Bahkan yang anda temukan sebaliknya, yaitu adanya pemisahan antara harta suami dari harta istri.
Buktinya :
1. Maskawin sepenuhnya milik istri. An Nisa' : 4 dan An Nisa' : 20
2. Kewajiban nafkah atas suami. Al Baqarah : 233 dan hadits nabi
Pada suatu hari sahabat Mu’awiyah Al Qusyairi bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:3. Istri berhak mengajukan gugatan hukum atas nafkahnya yang tertunda.
Ya Rasulullah, apakah hak-hak istri yang kita tunaikan?
Beliau menjawab:
“Engkau memberinya makan bila engkau memiliki makanan, memberiya pakaian bila engkau memiliki pakaian. Dan janganlah engkau memukul wajahnya, mencelanya dengan mengatakan: “semoga Allah menjelekkan wajahmu”, dan janganlah engkau mengucilkannya kecuali di dalam rumahmu sendiri.” (HR. Abu Dawud)
Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan: Suatu hari Hindun binti ‘Utbah istri Abu Sufyan mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata: Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah lelaki pelit. Ia tidak memberiku nafkah yang mencukupi kebutuhanku dan kebutuhan anak-anakku, kecuali bila aku secara sembunyi-sebunyi dan tanpa sepengetahuannya mengambil sebagian hartanya.4. Suami miskin, berhak menerima zakat istrinya.
Apakah aku berdosa melakukan yang demikian itu?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Silahkan engkau mengambil dari hartanya dalam jumlah yang sewajarnya sesuai dengan kebutuhanmu dan kebutuhah anak-anakmu.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Zaenab istri sahabat Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rencananya menyalurkan zakatnya kepada suaminya yang miskin. Menanggapi pertanyaan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:5. Adanya hukum waris antara suami istri. An Nisa' : 12
“Iya, zakatnya sah, dan ia mendapat dua pahala; pahala kekerabatan dan pahala sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).
Cara untuk mengurai kebuntuan sebagai harta gono-gini, yaitu :
1. Istri tidak memiliki konstribusi
Hanya pemberian
“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut`ah yang sewajarnya, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa.” (QS. Al-Baqarah: 241).
2. Istri atau suami berkontribusi dalam kepemilikan harta.
Secara Global Islam membagi 2 bagian.
1. Harta pribadi, sepenuhnya dimiliki suami atau istri
a. Milik Suami Saja
- Harta milik suami yang didapatkan dari hasi kerjanya dan tidak diberikan sebagai nafkah.
- Harta suami yang merupakan warisan.
- Harta suami sebelum menikah
- Harta yang dihibahkan orang lain kepada suami secara khusus
- Harta milik istri yang didapatkan dari suami sebagai nafkah untuknya, maka itu menjadi milik istri.
- Harta istri sebelum menikah
- Harta yang dihibahkan orang lain khusus untuknya
- Harta yang merupakan warisan
- Harta hasil kerja yang diperoleh dari istri tanpa harus mengganggu kewajibannya sebagai istri
- Mahar suami kepada istrinya, maka itu menjadi milik istri.
- Harta istri yang merupakan warisan orang tuanya ataupun harta yang didapatkan dari hasil usahanya sendiri, maka itu menjadi milik istri.
- Harta yang dihibahkan orang lain untuk bersama
- Harta benda semisal, rumah, tanah, atau lainnya yang dibeli dari uang mereka berdua.
- harta yang mereka peroleh setelah menikah dan suami serta istri sama-sama kerja yang menghasilkan pendapatan
- Harta yang diperoleh dari membantu suami dalam pekerjaanya, atau menjadi partner kerja bagi suami, atau yang semisalnya
Jika diketahui secara pasti, maka hartanya dibagi sesuai dengan kepemilikan.
Tapi jika tidak diketahui secara pasti, maka dengan cara :
1. As Shulh (perdamaian)
QS. An Nisa' : 128 dan An Nisa' : 114 Dilarang berbisik, kecuali tiga hal :
- Menyuruh memberi sedekah
- Berbuat ma'ruf
- Mengadakan perdamaian di antara manusia
Kemudian Sabda Rasûlullâh صلى الله عليه وسلم :
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلا صُلْحًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ حَرَّمَ حَلَالاً
Ash-Shulh (Perdamaian) itu boleh diantara kaum Muslimin, kecuali perdamaian (yang) menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” [HR. Abu Dawud, no. 3594; At-Tirmidzi, no. 1352; Ibnu Mâjah, no. 1905, dan Syaikh al-Albani t menilai hadits ini Shahih]
Ulama membagi perdamaian dengan beberapa macam :
- Perdamaian antara muslim dan kafir
- Suami istri
- Kelompok bughat (zalim) dan kelompok adil
- Perdamaian penganiyaan, seperti memberi maaf atau diyat
- Perdamaian dengan memberikan sejumlah harta milik bersama.
- Urf itu berlaku untuk umum
- Tidak bertentangan dengan nash syar'i
- Sudah berlaku sejak lama, bukan kebiasaan yang baru saja terjadi.
- Tidak berbenturan dengan tashrih (hukum tersurat/jelas)
2. Apabila tidak dapat diselesaikan dengan damai. Melalui hakim dengan melampirkan bukti2.
Demikianlah solusi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyelesaikan kasus serupa, yaitu sengketa kepemilikan harta yang masing-masing pihak telah kehilangan alat bukti.
Ummu Salamah mengisahkan: Suatu hari ada dua lelaki yang bersengketa perihal harta warisan datang menemui Rasulullah shalllalllahu ‘alaihi wa sallam. Keduanya sama-sama mengajukan klaim yang tidak didukung oleh alat bukti.
Sebelum Nabi shalllalllahu ‘alaihi wa sallam memutuskan, beliau terlebih dahulu memberikan petuah kepada mereka:
“Sejatinya aku adalah manusia biasa, sedangkan kalian berdua mengangkat persengketaan kalian kepadaku. Bisa jadi sebagian dari kalian lebih mahir dibanding lawannya dalam mengutarakan alasan. Dan berdasarkan keterangannya, aku membuat keputusan yang memenangkan klaimnya. Maka barang siapa yang aku menangkan klaimnya, sehingga aku memberinya sebagian dari hak saudaranya, maka hendaknya ia tidak mengambilnya walau hanya sedikit. Karena sejatinya dengan itu aku telah memotongkan sebongkah api neraka untuknya.”
Mendengar petuah ini, kedua sahabat tersebut menangis, dan masing-masing berkata: Bila demikian, maka lebih baik aku merelakan hakku untuknya.
Mengetahui bahwa di hati kedua orang yang pada awalnya bersengketa ini telah tumbuh kesadaran hukum, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Bila kalian berdua telah mengikrarkan yang demikian ini, maka silahkan kalian berdua membagi harta yang kalian perselisihkan, dan upayakan dengan maksimal agar pembagiannya benar. Selajutnya masing-masing dari kalian memaafkan saudaranya.” (HR. Abu Dawud)
Permasalahan :
1. Harta rumah yang masih proses kredit
- Uang siapa yang dulu digunakan untuk membayar uang muka ketika pengambilan rumah tersebut, uang pribadi (suami atau istri) atau uang bersama?
- Ketika membayar angsuran selama dua tahun menggunakan uang bersama atau uang pribadi.
Adapun jika pembayaran uang muka dan angsurannya selama dua tahun menggunakan uang bersama, maka jalan pertama untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadakan ash-shulh atau perdamaian antara kedua belah pihak (suami dan istri). Yaitu dengan mengembalikan kepada suami ataupun istri uang mereka masing-masing dengan perkiraan berapa jumlah uang suami dan berapa jumlah uang istri ketika digunakan untuk membayar uang muka ataupun angsurannya. Kemudian hendaknya keduanya saling ridha dan lapang dada menerima kelebihan ataupun kekurangan biaya tersebut.
Jika jalan perdamaian tidak dapat menemukan titik temu antar kedua belah pihak, maka jalan kedua yang harus ditempuh adalah al-Qadha’. Yaitu, menyerahkan sepenuhnya kepada Hakim agar menyelesaikan masalah tersebut dengan meninjau bukti-bukti yang ada dan melihat mana yang paling baik untuk keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar